Engineer Journal - PMP Saja Tidak Cukup Dalam Mengelola Proyek AI
Pengenalan
selama puluhan tahun, sertifikasi project management professional (pmp), yang didasarkan pada panduan project management body of knowledge (pmbok), telah diakui secara global sebagai standar emas untuk manajemen proyek (burdakov & ahn, 2025). kerangka kerja ini menawarkan metodologi yang kokoh dan komprehensif untuk mengelola proyek secara efektif. namun, di era akal imitasi (AI), gelar yang prestisius ini saja bisa jadi tidak lagi cukup untuk menjamin kesuksesan proyek (burdakov & ahn, 2025). mengapa demikian? karena proyek AI adalah area yang sangat berbeda dari proyek tradisional.
faktanya, data tentang tingkat kegagalan proyek AI sangat mengkhawatirkan. menurut analisis dari rand corporation, lebih dari 80% proyek AI gagal mencapai tujuannya (james ryseff et al., n.d.). angka kegagalan ini dilaporkan dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan proyek teknologi informasi (TI) non-AI.
ketidakpastian ini juga tercermin dalam laporan yang lain. survei s&p global market intelligence tahun 2025 menunjukkan bahwa 42% perusahaan telah meninggalkan sebagian besar inisiatif AI mereka pada tahun 2025, angka yang meningkat tajam dari hanya 17% pada tahun 2024 (zack proser, n.d.). selain itu, gartner memprediksi bahwa setidaknya 30% proyek generative AI (GenAI) akan dibatalkan setelah tahap proof of concept (poc) pada akhir tahun 2025 (gartner, n.d.). kegagalan ini sering kali terjadi bukan karena kegagalan teknologi model ai itu sendiri, melainkan karena tantangan manajemen, termasuk kualitas data yang buruk, kontrol risiko yang tidak memadai, biaya yang meningkat, atau nilai bisnis yang tidak jelas.
penting untuk ditekankan, artikel ini bukan bertujuan untuk merendahkan nilai pmp. sebaliknya, kerangka kerja pmbok memberikan fondasi disiplin yang tak ternilai yang mencakup prinsip-prinsip yang dapat disesuaikan untuk berbagai jenis proyek. prinsip manajemen proyek yang mendasari pmp tetap relevan. namun, meskipun pmbok guide telah mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dan berfokus pada prinsip dan hasil dalam edisi ke-7 (burdakov & ahn, 2025), kerangka kerja yang umum ini sering kali gagal mengatasi kompleksitas unik yang dibawa oleh proyek AI.
Mengapa Proyek AI Berbeda: Celah Antara PMP dan Realitas Proyek AI
setelah mengetahui hasil laporan terhadap proyek AI dan bagaimana posisi pmp dengan pmbok-nya terhadap proyek AI, muncul pertanyaan mendasar: mengapa praktik tersebut tidak mampu mengatasi tantangan ini?
mengelola proyek AI memerlukan mentalitas yang sama sekali baru. perbedaan signifikan ini berasal dari lima karakteristik utama proyek AI:
-
ketergantungan data: proyek AI sangat bergantung pada dataset yang relevan dan berkualitas tinggi untuk pelatihan dan pengujian. memastikan kualitas, akurasi, dan bias data adalah hal yang sangat penting.
-
ketidakpastian dan percobaan: hasil model AI sering kali tidak dapat diprediksi, yang menuntut pendekatan trial and error yang ekstensif, toleransi tinggi terhadap kegagalan, dan waktu yang cukup untuk eksperimen.
-
pengembangan iteratif: proyek AI membutuhkan pendekatan yang didorong oleh eksperimen dan sering kali memiliki timeline yang tidak dapat diprediksi. hal ini memerlukan penyeimbangan pendekatan agile untuk pengembangan perangkat lunak dengan pendekatan eksperimental pengembangan AI.
-
keahlian khusus: dibutuhkan tim multi-disiplin dengan keahlian khusus dalam data science, data engineering dan software engineering.
-
pertimbangan etika: proyek AI harus secara aktif mengatasi masalah bias, transparansi penggunaan, privasi data, serta memerlukan pengawasan manusia untuk memastikan akuntabilitas
perbedaan mendasar antara proyek tradisional yang dipandu pmbok dan proyek AI terletak pada paradigma inti yang mereka tangani: prediktif versus eksperimental. proyek tradisional pmp dicirikan sebagai metodologi linier dan terstruktur, paling cocok untuk masalah yang stabil, di mana fokus utamanya adalah rencana yang terdefinisi dengan jelas di awal, dan pengelolaan lingkup, waktu, dan biaya yang sesuai spesifikasi awal. sebaliknya, proyek AI penuh ketidakpastian sehingga harus dikelola sebagai serangkaian eksperimen.
pengembangan AI lebih menyerupai penelitian, menuntut pendekatan iteratif dan trial and error. kegagalan dalam proyek ai yang sangat tinggi, dua kali lipat dari proyek it non-AI (burdakov & ahn, 2025), dikarenakan ketidakcocokan antara sifat eksperimental proyek data ini dengan kerangka kerja tradisional. untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pergeseran ke metodologi lain, yang memprioritaskan kualitas data dan menghasilkan nilai bisnis yang berkelanjutan, alih-alih sekadar kelengkapan fitur. Tabel 1 mendefinisikan penjelasan berbedaan pmp dan proyek AI.
Tabel 1 perbandingan pmp dan proyek AI
| kriteria perbandingan | pmp | proyek AI |
|---|---|---|
| sifat masalah | deterministik, stabil, terdefinisi dengan jelas | probabilistik, ketidakpastian tinggi, eksperimental |
| fokus utama | proses, lingkup, waktu, dan biaya | data dan nilai bisnis |
| metodologi | pmbok | CPMAI |
| tingkat kegagalan | standar | sangat tinggi (lebih dari 80% proyek AI gagal) |
kesenjangan dengan pmbok terletak pada keterbatasan fokusnya pada manajemen data, dukungan yang tidak memadai untuk percobaan iteratif, dan kurangnya panduan spesifik tentang tantangan etik. karakteristik tersebut memaksa kita untuk menggeser paradigma, sebagaimana diuraikan dalam bagian selanjutnya.
CPMAI: Sebuah Peta Kesuksesan Proyek di Dunia AI
mengingat tingkat kegagalan proyek AI yang sangat mengkhawatirkan dan keterbatasan yang melekat pada kerangka kerja manajemen proyek tradisional dalam menangani sifat eksperimental dan ketergantungan data yang tinggi dari AI, diperlukan metodologi baru yang dirancang khusus. Metodologi ini adalah PMI Certified Professional in Managing AI (PMI-CPMAI)™.
PMI-CPMAI™ adalah kerangka kerja yang teruji dan terstruktur yang menjembatani kesenjangan antara praktik manajemen proyek tradisional dan tuntutan unik pengembangan AI yang didorong oleh data. Metodologi ini awalnya diluncurkan sebagai CPMAI oleh Cognilytica® pada tahun 2017 setelah penelitian ekstensif tentang faktor-faktor yang mendorong keberhasilan proyek AI. PMI kemudian mengakuisisi Cognilytica® pada tahun 2024 dan menetapkan PMI-CPMAI™ sebagai standar emas yang diakui secara global.
PMI-CPMAI™: Evolusi Metodologi
PMI-CPMAI™ dibangun di atas pendekatan pengembangan proyek yang telah terbukti, seperti Agile, dan menggabungkannya dengan praktik spesifik AI yang tidak dimiliki oleh kerangka kerja tradisional. meskipun metode Agile menyediakan pendekatan iterasi untuk pengembangan perangkat lunak, metode ini gagal menangani karakteristik proyek AI. PMI-CPMAI™ menggabungkan kemampuan adaptasi dari pendekatan Agile dengan fokus data dari proses data mining seperti CRISP-DM, namun diperbarui untuk mencakup elemen-elemen penting seperti tata kelola, etika, dan pemantauan berkelanjutan.
nilai utama PMI-CPMAI™ terletak pada kemampuannya untuk mengubah kompleksitas AI menjadi fase-fase yang dapat dikelola dan diulang yang memastikan kejelasan, akuntabilitas, dan kepercayaan. sebagai kerangka kerja yang didorong oleh data dan bersifat iteratif, CPMAI mengatasi masalah unik yang sering menyebabkan proyek AI gagal, mulai dari tata kelola data, etika, hingga pemantauan model yang berkelanjutan.
Enam Fase Iteratif Menuju Kesuksesan
inti dari PMI-CPMAI™ menyediakan enam fase yang saling terhubung dan bersifat iteratif, yang berfungsi sebagai peta jalan terstruktur untuk pengiriman proyek AI yang sukses. Fase-fase ini mengikuti urutan berdasarkan pelajaran dari ribuan proyek AI di dunia nyata. Enam fase tersebut adalah:
-
pemahaman bisnis: memastikan masalah yang diidentifikasi benar-benar tepat untuk solusi AI, bukan sekadar solusi otomatisasi atau proses tradisional. fase ini mengidentifikasi kebutuhan bisnis nyata, menetapkan metrik kesuksesan yang jelas, dan menentukan batasan cakupan minimum viable product (mvp). ini juga mengintegrasikan kebutuhan AI yang terpercaya sejak awal.
-
pemahaman data: memverifikasi apakah data tersedia, dapat diakses, dan relevan untuk membuat model. fase ini menguji kelayakan teknis dan mengintegrasikan AI yang terpercaya dengan memeriksa potensi bias data, privasi, dan tata kelola data sejak dini.
-
persiapan data: mengubah data mentah menjadi set data terstruktur yang siap untuk pelatihan model AI, sebuah proses yang sering memakan hingga 80% waktu proyek. kualitas persiapan data menentukan batas atas kinerja model, dan fase ini mengimplementasikan tata kelola data, kepatuhan, dan teknik anonimitas.
-
pengembangan model: mengubah data yang sudah disiapkan menjadi model AI yang berfungsi untuk memecahkan masalah bisnis yang ditentukan. keputusan kunci di fase ini meliputi “bangun vs pengadaan vs integrasi”, serta pelatihan, penyetelan, dan rekayasa prompt untuk model generative AI (GenAI). fase ini menuntut keseimbangan antara kinerja model dan kebutuhan AI yang terpercaya.
-
evaluasi model: memvalidasi model secara komprehensif, tidak hanya dari sisi teknis seperti akurasi tetapi juga dari sisi bisnis (apakah memenuhi roi dan tujuan awal). fase ini sangat penting untuk memastikan model akan tetap andal, patuh, dan selaras dengan kebutuhan bisnis jauh setelah peluncuran.
-
operasionalisasi model: menandai transisi model yang sudah divalidasi menjadi sistem yang terintegrasi penuh dan siap produksi yang memberikan hasil bisnis terukur. ini adalah awal dari siklus berkelanjutan untuk memantau, belajar, dan beradaptasi, bukan titik akhir.
metodologi PMI-CPMAI™ berfokus pada prinsip-prinsip inti: menyelaraskan tujuan bisnis sebelum pekerjaan teknis, mengonfirmasi kesiapan data sebelum membangun model, menjaga umpan balik tetap aktif, dan menyertakan praktik AI yang terpercaya dari awal hingga akhir.
Transisi Peran: Dari Manajer Proyek Menjadi Pemimpin Proyek AI
di tengah meningkatnya adopsi AI, peran manajer proyek mengalami transisi fundamental. AI, dengan kemampuannya untuk mengotomatisasi pekerjaan yang membosankan dan berulang, mengubah fokus manajer proyek dari pengontrol dan administrator menjadi pemimpin strategis.
AI: Augmentasi, Bukan Penggantian
AI adalah alat pendukung yang membantu manajer proyek dalam mengelola proyek. seperti halnya alat lainnya, kecerdasan buatan hanyalah alat bantu yang dapat meningkatkan kinerja manusia.
- otomatisasi tugas rutin: AI mengotomatisasi pekerjaan administratif dalam pengelolaan proyek, seperti pembaruan jadwal, pelacakan progres, pengiriman pembaruan, membuat laporan status, dan mencatat notulen rapat. otomatisasi proses ini dapat menghemat waktu hingga 90% dalam berbagai aktivitas operasional dan mengurangi kesalahan manusia hingga 99,9%.
- analitik prediktif: AI mampu memproses data dalam jumlah besar dengan cepat, mengungkap pola yang tersembunyi, dan memberikan wawasan waktu nyata. analitik prediktif ini membantu manajer proyek mendeteksi tanda-tanda awal potensi masalah atau risiko secara cepat.
Fokus Baru: Kepemimpinan Strategis dan Berpusat pada Manusia
dengan adanya otomatisasi, manajer proyek dibebaskan dari beban tugas pengontrol dan administrator, sehingga dapat fokus pada pekerjaan bernilai lebih tinggi yang menuntut kecerdasan emosional, pemikiran strategis, dan manajemen pemangku kepentingan.
keterampilan inti manusia yang tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh AI, dan menjadi sangat penting dalam memimpin proyek AI yang kompleks, meliputi:
- kepemimpinan dan komunikasi: manajer proyek memainkan peran penting dalam memimpin tim, memotivasi anggota tim, memfasilitasi komunikasi, dan mengelola konflik. keterampilan ini melibatkan aspek emosional dan kontekstual yang sulit ditiru oleh AI.
- pengambilan keputusan strategis: AI dapat menyarankan opsi terbaik, tetapi pengambilan keputusan yang didasarkan pada strategi, konteks bisnis, dan pertimbangan etika tetap membutuhkan wawasan manusia.
- kecerdasan emosional dan pemikiran kritis: kecerdasan emosional dan pemikiran kritis adalah keterampilan yang paling penting di era ini untuk menguji hasil yang diberikan oleh AI. meskipun AI dapat berpikir secara rasional, AI tidak dapat berempati.
- pengelolaan risiko kompleks: AI dapat menandai potensi risiko, tetapi intuisi dan pengalaman manusia diperlukan untuk menilai dan merespons risiko proyek yang kompleks, terutama yang melibatkan pemangku kepentingan eksternal, politik, dan variabel tak terduga.
- adaptasi: manajer proyek perlu memiliki fleksibilitas dan kemampuan adaptasi untuk mengelola perubahan lingkungan, kebutuhan, dan prioritas yang dinamis, yang belum sepenuhnya dicapai oleh AI.
dalam kerangka kerja PMI-CPMAI™, Manajer proyek AI memiliki peran sentral untuk mengorkestrasi seluruh inisiatif AI, memastikan setiap fase disampaikan tepat waktu, selaras dengan tujuan bisnis, dan mematuhi standar AI yang tepercaya. Keberhasilan di masa depan akan bergantung pada kemitraan cerdas antara manusia dan AI.
Dah.
artikel ini berawal dari sebuah paradoks: meskipun investasi global terhadap AI terus meningkat dan teknologi semakin canggih, mayoritas proyek AI gagal mencapai tujuannya. alasan di balik tingginya tingkat kegagalan ini jarang terletak pada kelemahan teknologi AI itu sendiri, melainkan pada kegagalan proses manajemen.
metodologi tradisional dan kerangka kerja PMBOK, meskipun memberikan fondasi disiplin yang tak ternilai, tidak lagi memadai untuk mengatasi sifat probabilitas, ketidakpastian tinggi, dan data yang menjadi ciri khas proyek AI. kerangka kerja tradisional memiliki keterbatasan fokus pada manajemen data, dukungan yang tidak memadai untuk eksperimen iteratif, dan kurangnya panduan spesifik mengenai tantangan etika dan multidisiplin. kegagalan ini memaksa organisasi untuk meninggalkan inisiatif mereka.
Waktunya untuk Bertindak dan Beradaptasi
bagi para profesional proyek, AI bukan lagi sekadar tren teknologi, melainkan keharusan strategis. untuk menghindari jebakan yang mengubur inisiatif AI, organisasi harus:
- prioritaskan data dan infrastruktur: kegagalan sering kali terjadi karena data berkualitas buruk atau kurangnya infrastruktur yang memadai. investasi awal pada tata kelola data, pembersihan, dan infrastruktur data dapat secara substansial mengurangi waktu dan biaya proyek.
- fokus pada nilai bisnis, bukan teknologi: berhasilnya proyek adalah ketika masalah bisnis yang menyakitkan dapat dipecahkan, bukan karena teknologi yang digunakan adalah yang paling mutakhir.
- merangkul iterasi dan pembelajaran berkelanjutan: proyek AI tidak pernah benar-benar selesai. melalui siklus CPMAI yang berulang, organisasi menciptakan kemampuan AI yang berkelanjutan, memantau kinerja, belajar dari operasi, dan beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan pasar.
dengan mengintegrasikan metodologi terstruktur PMI-CPMAI™ dengan kompetensi kepemimpinan strategis yang telah berevolusi, organisasi dapat mengatasi tingkat kegagalan yang mengkhawatirkan dan memastikan bahwa potensi transformatif AI diterjemahkan menjadi nilai bisnis yang terukur dan berkelanjutan. masa depan AI akan diukur bukan oleh kecepatan atau kekuatannya, tetapi oleh seberapa baik ia memberdayakan manusia.
sampai bertemu di post lain.
Referensi
- Burdakov, A., & Ahn, M. J. (2025). Is PMBOK Guide the Right Fit for AI? Re-evaluating Project Management in the Face of Artificial Intelligence Projects (Version 1). arXiv. https://doi.org/10.48550/ARXIV.2506.02214
- Gartner. (n.d.). Gartner [Blog]. Gartner Predicts 30% of Generative AI Projects Will Be Abandoned After Proof of Concept By End of 2025. https://www.gartner.com/en/newsroom/press-releases/2024-07-29-gartner-predicts-30-percent-of-generative-ai-projects-will-be-abandoned-after-proof-of-concept-by-end-of-2025
- James Ryseff, Brandon F. De Bruhl, & Sydne J. Newberry. (n.d.). The Root Causes of Failure for Artificial Intelligence Projects and How They Can Succeed. RAND. https://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/research_reports/RRA2600/RRA2680-1/RAND_RRA2680-1.pdf
- Zack Proser. (n.d.). WorkOS [Blog]. Why Most Enterprise AI Projects Fail — and the Patterns That Actually Work. https://workos.com/blog/why-most-enterprise-ai-projects-fail-patterns-that-work